Tag Archives: penyakit hati

Hasad (dengki)


HASAD (Dengki)

Kata hasad (حَسَد) berasal dari akar kata ha’, sin, dan dal, yang berarti ‘iri hati dan dengki’. Kata al-hasad (الحَسَد) dengan segala derivasinya muncul di dalam Al-Qur’an sebanyak lima kali, tersebar pada empat surah; sekali di dalam bentuk fi‘il mâdhi (kata kerja bentuk lampau), dua kali di dalam bentuk fi‘il mudhâri‘ (kata kerja masa kini dan akan datang), sekali di dalam bentuk mashdar, dan sekali di dalam bentuk ism fâ‘il.

Secara semantik, al-hasad (الحَسَد) berarti ‘keinginan lenyapnya nikmat dari seseorang yang memilikinya’, atau ‘perasaan benci terhadap nikmat yang diperoleh orang lain dan meng­inginkan agar nikmat itu berpindah tangan kepadanya’, tetapi kadang-kadang hanya ‘ke­ingin­an agar kenikmatan itu lenyap dari orang yang memilikinya karena dengki’, meskipun tidak diikuti dengan keinginan agar kenikmatan itu berpindah tangan kepadanya. Al-hasad (الحَسَد) yang terburuk adalah menentang dan berusaha merampas kenikmatan seseorang. Hal ini berbeda dengan al-ghibthah (الْغِبْطَةُ) yang berarti iri, di dalam pengertian positif, yakni keinginan seseorang untuk mendapatkan nikmat seperti yang dimiliki orang lain, tanpa diiringi dengan keinginan agar kenikmatan itu lenyap dari orang lain dan tidak pula diikuti dengan rasa benci.

Para Ahli Kitab, terutama sebagian orang Yahudi merasa dengki kepada orang-orang yang beriman (QS. Al-Baqarah [2]: 109). Sebagian mufasir menafsirkan bahwa mereka dengki terhadap pahala yang diterima orang-orang yang beriman, dan sebagian lagi menafsirkan bahwa mereka dengki karena kehadiran Nabi kepada kaum mukminin bukan dari kalangan mereka; mereka menginginkan agar Nabi turun dari kalangan mereka. Yang terakhir ini memperkuat pendapatnya dengan firman Allah di dalam QS. An-Nisâ’ [4]: 54.

Menurut Mutawalli Sya‘rawi, “hasûd” adalah sebuah cita-cita jahat, keinginan meng­hilangkan nikmat yang diperoleh seseorang walaupun pelaku tidak memperoleh keuntungan apapun dari perbuatannya itu. Menurutnya, al-hasad (الحَسَد) adalah perbuatan putus asa yang lebih jahat dari kekuatan gaib yang mendatangkan mudarat kepada manusia. Hasud merupakan kekuatan tersembunyi, tetapi pengaruhnya sangat besar dan dapat mendatangkan bencana.

Sayyid Quthub berpendapat bahwa meski­pun tidak diikuti dengan usaha untuk melenyap­kan kenikmatan itu, yang jelas keinginan buruk itu selalu berakibat buruk pula. Paling tidak, hubungan di antara orang yang dengki dan orang yang menjadi sasaran kedengkiannya, tidak lagi berjalan baik. Namun sulitnya, penyakit dengki itu sesuatu yang abstrak, tidak dapat dilihat sehingga sulit untuk mengobatinya. Di sinilah rahasia perintah Allah agar kita senantiasa memohon perlindungan dari penyakit itu kepada-Nya, sebagaimana  dalam QS. Al-Falaq [113]: 1-5.

Abdullah Yusuf Ali, sebagaimana juga Muhammad Abduh mengemukakan bahwa perlindungan kepada Allah dibutuhkan oleh seseorang apabila ada orang lain berupaya mewujudkan kedengkian itu kepadanya, baik kedengkian itu tertuju kepada materi atau nonmateri. Umpamanya dengan upaya sungguh-sungguh untuk menghilangkan nikmat yang ia peroleh, maka dengan bermacam cara dan dengan mengadakan perangkap-perangkap berusaha melakukan jebakan agar yang dijadikan sasaran kedengkiannya jatuh ke dalam kemudaratan. Tindakan ini biasanya sangat licik dan kadang-kadang sulit untuk mengetahuinya. Karena itu, jalan yang terbaik, kata Allah adalah berlindung kepada-Nya dari kedengkian tersebut, di antara­nya dengan membaca dan menga-malkan QS. Al-Falaq ini.

Sikap dengki adalah wujud dari ketidak­bersihan batin seseorang dan bisa dimiliki oleh siapa saja. Umpamanya di dalam diri orang beriman, yang diwujudkan di dalam bentuk dengki terhadap karunia yang diterima oleh orang lain. Bisa pula oleh orang kafir, yang diwujudkan di dalam bentuk menghalang-halangi seseorang untuk beriman kepada Allah (QS. An-Nisâ’ [4]: 54-55 dan QS. Al-Baqarah [2]: 109).

Sifat dengki bila diwujudkan akan men­dorong pelakunya melancarkan fitnah atau berita buruk tentang orang yang didengki dan sasaran­nya seringkali menjadi tidak berdaya untuk membela diri. Sifat dengki juga merupakan pertarungan sepihak tanpa diketahui oleh “lawannya”. Bahkan, kadang-kadang si pendengki mengamati tanpa sepengatahuannya. Akhirnya, ia sibuk dengan kedengkiannya dan lupa dengan kebaikan yang harus ia lakukan untuk dirinya serta kebaikan sasaran kedengkiannya. Karena itu, Rasulullah saw. bersabda,

Iyyâkum wal-hasad, fa innal hasada ya’kulul hasanât kamâ ta’kulun-nârul hathaba (Jauhilah olehmu sifat dengki, karena dengki memakan segala kebaikan sebagaimana api membakar kayu yang kering). (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).  iBadri Yatim & Yaswirmani